Donald Trump, Presiden Amerika Serikat sudah meluncurkan perang dagang dengan Tiongkok bagaikan salah satu mitra dagang utama Amerika dalam wujud peningkatan tarif semenjak Juli 2018, dalam kerangka kebijakan proteksionisme ekonomi. Walaupun terdapat sebagian gencatan senjata dalam perang dagang ini, namun perang dagang ini saat ini sudah diawali lagi dengan keseriusan yang belum sempat terjalin tadinya.
Putaran baru perang dagang ini sudah diawali dengan pelaksanaan tarif AS buat beberapa barang Tiongkok serta begitu pula kebalikannya tarif Tiongkok buat beberapa barang Amerika mulai jam 16: 01 pada hari Ahad 1 September setimpal waktu global. Ini merupakan eskalasi terkini dalam perang dagang antara kedua negeri, walaupun terdapat isyarat dimulainya kembali pembicaraan bilateral pada bulan September.
Pemerintahan Trump hendak mulai menggunakan tarif 15% buat beberapa barang Tiongkok senilai lebih dari 125 miliyar dolar yang mayoritas tercantum beberapa barang mengkonsumsi. Bagaikan bagian dari aksi pembalasannya, pemerintah Tiongkok hendak mulai memberlakukan tarif 5% buat minyak mentah AS pada 1 September 2019. Ini merupakan buat awal kalinya semenjak setahun yang kemudian kalau minyak AS jadi target tarif Tiongkok.
Dengan demikian, perang dagang Trump terhadap Tiongkok sudah merambah fase baru yang hendak mempunyai banyak dampak negatif tidak cuma pada ekonomi AS serta Tiongkok, namun pula pada rakyat kedua negeri serta pada gilirannya hendak berakibat negatif untuk ekonomi negara- negara yang lain. Trump berencana buat menggunakan tarif 15% pada impor benda senilai dekat 300 miliyar dolar dari beberapa barang yang masuk dari Tiongkok dalam 2 kali; awal pada bertepatan pada 1 September serta yang kedua 15 Desember.
Bila tarif ini diberlakukan, nyaris seluruh impor dari Tiongkok yang kesemuanya bernilai dekat 550 miliyar dolar, hendak mengalami tarif hukuman AS yang sudah diberlakukan semenjak Juli 2018. Trump mengumumkan pada dini Agustus 2019 kalau mereka hendak menggunakan tarif pada tiap komoditas yang diimpor dari Tiongkok.
Bertentangan dengan kesan Trump, bukan saja Tiongkok tidak bermaksud mundur dalam perang dagang besar ini, namun diprediksi kalau Tiongkok pula hendak tingkatkan keseriusan serta luas aksi perdagangannya terhadap aksi presiden AS. Beijing dikala ini fokus pada langkah balasan perang dagang terhadap AS yang bertujuan memforsir mundur Trump dari perilakunya dikala ini. Dalam perihal ini, Tiongkok mengumumkan hendak mempraktikkan tarif antara 5 sampai 10 persen atas 5. 078 jenis benda AS dengan nilai dekat 75 miliyar dolar. Aksi Tiongkok ini hendak dilaksanakan mulai 1 September serta 15 Desember.
Trump mengklaim kalau kebijakan perdagangan AS di dasar para mantan presiden, paling utama Obama, sudah betul- betul merugikan ekonomi AS, serta seperti itu sebabnya, sejalan dengan kebijakan proteksionisme, Trump memberlakukan tarif perdagangan dengan Tiongkok yang jadi mitra dagang terbanyak Washington serta mengawali perang dagang dengan negeri ini semenjak Juni 2018.
Trump pada 22 Agustus di halaman Twitternya menulis," Pemerintah- pemerintah AS tadinya mengizinkan Tiongkok buat mengganggu neraca perdagangan kedua negeri yang sudah jadi beban untuk pembayar pajak Amerika. Aku bagaikan presiden tidak hendak membiarkan keadaan ini bersinambung."
Presiden kontroversial AS ini senantiasa memperhitungkan perdagangan leluasa bagaikan aspek utama gejolak ekonomi serta mengecam hendak menghasilkan hambatan buat itu.
Tetapi, dari sudut pandang komunitas internasional dan IMF, mengadopsi kebijakan proteksionisme serta anti perdagangan leluasa bukan cuma mempunyai akibat kurang baik pada ekonomi dunia, namun pula pada pertumbuhan ekonomi negara- negara yang mempraktikkan kebijakan semacam itu hendak berakibat negatif pula. Kelanjutan dari konfrontasi perdagangan dikala ini antara Amerika Serikat serta Tiongkok hendak menuju pada ekspansi perang dagang yang belum sempat terjalin tadinya serta ini bisa mempunyai konsekuensi musibah untuk ekonomi dunia. Bagi IMF, mengadopsi kebijakan anti perdagangan tidak bisa menutupi penyeimbang perdagangan negara- negara serta ini sangat beresiko untuk perkembangan serta pertumbuhan ekonomi global.
Para pakar ekonomi yakin kalau perang ekonomi antara Amerika Serikat serta Tiongkok dapat jadi titik lemah yang hendak membawakan ekonomi dunia pada krisis lebih sungguh- sungguh. Sejatinya, kebijakan kasar Trump serta desakannya pada perang dagang dengan Tiongkok sudah memunculkan kekhawatiran tentang stabilitas keuangan di dunia.