Ketegangan baru antara Ankara dan Moskow muncul di tengah perdebatan kedua negara mengenai situasi di Suriah Utara. Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan Turki tidak mengakui aneksasi Krimea oleh Rusia.
Erdogan menyampaikan hal itu dalam konferensi pers dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy di Kiev, Senin (3/2/2020).
Presiden Turki lebih lanjut menyebut situasi di Provinsi Idlib, Suriah sudah keluar dari kontrol dan mengklaim bahwa lebih dari satu juta pengungsi sedang bergerak ke perbatasan Turki di tengah ketidakpedulian Rusia.
"Serangan militer Suriah di Idlib pada hari Senin telah menewaskan delapan orang yaitu lima tentara dan tiga warga sipil," ujarnya tanpa menyinggung kehadiran ilegal pasukan Turki di wilayah Suriah.
Pernyataan Erdogan soal aneksasi Krimea adalah sebuah sikap politik untuk memicu kemarahan Rusia dan memancing reaksinya terkait dengan masa depan hubungan kedua negara.
Namun, Rusia cukup menyadari bahwa Ankara tidak berada dalam kondisi yang dapat meninggalkan Moskow atau paling tidak mengambil jalan yang berseberangan dengan Kremlin.
Hubungan Turki dan sekutunya di Barat sudah renggang lebih dari dua tahun sehingga memaksa negara itu mendekati Rusia demi memenuhi kebutuhan peralatan militernya termasuk sistem pertahanan rudal. Dengan membeli sistem pertahanan rudal S-400, Turki telah menunjukkan ketergantungannya pada teknologi persenjataan Rusia.
Selain itu, setiap keputusan Rusia di bidang energi dan pariwisata akan berdampak pada perekonomian Turki. Rata-rata lima juta turis Rusia berkunjung ke Turki setiap tahun. Sebagian besar dari kebutuhan energi negara itu juga dipasok oleh Rusia.
Dengan demikian, Rusia tidak akan mengubah sikapnya mengenai masalah Suriah meskipun Erdogan mencoba menekan Moskow dengan mengangkat isu Krimea. Ada dan tidaknya pengakuan Ankara soal aneksasi Krimea juga tidak akan mengubah posisi Moskow terhadap isu tersebut.
Soal Suriah, semuanya jelas bahwa daerah Idlib dan Aleppo merupakan bagian yang tak terpisahkan dari wilayah Suriah dan bagian dari kedaulatan pemerintah Damaskus. Tindakan sepihak yang dilakukan Turki merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan Suriah.
Di sini, Turki harus memilih di antara dua opsi yaitu keluar dari Suriah dan menyerahkan wilayah tersebut kepada Damaskus atau meningkatkan ketegangan di kawasan.
Militer Suriah terus menyapu daerah-daerah yang diduduki teroris dan merebut kontrol dari tangan mereka, dan Turki tampaknya semakin kesulitan untuk memilih salah satu dari dua opsi tersebut. Ini adalah sebuah jalan buntu akibat campur tangan dan kesalahan yang dibuat Turki di Suriah.
Sejak awal pecahnya krisis di Suriah, pemerintah Turki sudah melakukan campur tangan dan kesalahan dengan melancarkan operasi militer di wilayah Suriah. Tindakan ini diperburuk lagi dengan merusak stabilitas di wilayah perbatasan kedua negara.